Last updated on Desember 30, 2020
Sebanyak 16 warga negara Indonesia yang ditahan oleh perusahaan kasino di Kamboja karena dituduh menggelapkan uang perusahaan diduga menderita tindak kekerasan. Selama penyekapan, mereka kerap menerima penganiayaan dan ancaman fisik.
Pada pertengahan Mei lalu, mencuat kabar bahwa sebanyak 16 WNI ditahan oleh perusahaan judi online Dai Long Co., Ltd yang memiliki Grand Dragon Resort and Casino. Usaha bisnis judi ini terletak di daerah Chrey Thom, Provinsi Kandal, yang berjarak sekitar 80-90 km dari ibu kota Phnom Penh.
Menurut rilis yang diterima CNN Indonesia pada Kamis (28/5), penyiksaan terhadap mereka terungkap atas laporan yang diberikan oleh enam diantara 16 WNI tersebut dibebaskan karena tidak terdapat cukup bukti atas keterlibatan mereka dalam kasus penggelapan uang.
Dalam laporan itu, enam WNI ini melaporkan bahwa selama masa penyekapan telah terjadi aksi kekerasan dan penganiayaan terhadap tiga orang di antara mereka. “Di samping itu, mereka juga diancam dengan alat penyengat listrik oleh pimpinan kasino, Lim Pek,” bunyi rilis dari Kementerian Luar Negeri RI, Jumat (28/5).
Pihak KBRI Kamboja sebelumnya mengaku telah bertemu dengan para WNI secara langsung dan menyatakan mereka dalam keadaan sehat selama ditahan oleh perusahaan. Namun, paspor mereka disita perusahaan.
Menurut laporan tersebut, para WNI tidak berani melaporkan tindakan penganiayaan dan ancaman ini kepada KBRI Kamboja sebelumnya karena tukang pukul dan preman kasino hadir pada pertemuan antara KBRI dan pihak perusahaan.
“Mereka tidak berani melaporkan tindakan penganiayaan dan ancaman ini pada saat pertemuan awal dengan KBRI, mengingat terdapat pula oknum tukang pukul dan preman kasino yang hadir pada pertemuan tersebut yang sebelumnya telah melakukan tindak kekerasan,” bunyi rilis dari Kemenlu.
Pada mulanya, sebanyak 23 WNI/TKI diduga terlibat dalam kasus penggelapan uang perusahaan. Namun, tujuh orang di antaranya dilepaskan karena tidak terdapat bukti kuat terkait keterlibatan mereka.
Sedangkan 16 WNI lainnya disekap di ruang satpam seluas 3×3 meter, tanpa alas tidur dan selimut. Namun, ketujuh orang yang dibebaskan kemudian dipindahkan KBRI ke sebuah guest house di Phnom Penh untuk perlindungan lebih lanjut.
Terduga pelaku penggelapan uang, Jefri Sun, melarikan diri dari Kamboja pada tanggal 7 Mei 2015 karena khawatir akan keselamatan dirinya.
Belakangan diketahui, bahwa JS mengaku sebagai orang yang mengirimkan surat elektronik secara anonim kepada KBRI dengan menggunakan nama samaran Irwan Gunawan.
JS kemudian menyerahkan diri ke KBRI Kuala Lumpur di Malaysia. JS lalu dibawa kembali ke Phnom Penh pada Selasa (19/5). Sejak saat itu, JS berada di bawah pelindungan KBRI Phnom Penh.
Untuk menangani kasus ini, KBRI Kamboja berkordinasi dengan Kepala Kepolisian Propinsi Kandal, Brigjend. Pol. Eav Chamroeun, dan Jaksa Tinggi Pengadilan Propinsi Kandal, Lim Sokuntha. Setelah pertemuan pada Senin (18/5), enam dari 16 WNI tersebut dilepaskan karena tidak terdapat cukup bukti atas keterlibatan mereka.
Keenam orang tersebut dikumpulkan bersama-sama dengan tujuh orang WNI/TKI lainnya yang lebih dulu dibebaskan di sebuah guest house di Phnom Penh dan berada dalam perlindungan KBRI. Sedangkan kesepuluh orang WNI/TKI lainnya masih ditahan namun sudah dipindahkan ke tempat penampungan imigrasi di bawah pengawasan kepolisian Provinsi Kandal.
Pada Rabu (28/5) lalu, Duta Besar RI telah menemui Wakil Menteri Luar Negeri, Long Visalo, untuk menyampai kan keprihatinan atas penyelesaian kasus ini yang berlarut-larut. Visalo berjanji Kementerian Luar Negeri Kamboja akan membantu menyelesaikan kasus ini.
Sementara, KBRI akan terus mengawal penyelesaian kasus ini dan memastikan agar seluruh WNI/TKI yang terlibat di dalamnya menerima perlakuan yang adil, sambil tetap menghormati proses hukum yang berlaku di Kamboja dan prinsip-prinsip dalam Konvesi Wina 1961 dan 1963.
Sumber: cnnindonesia